Itikaf Muslimah, Ibadah Utama di Tengah Kesibukan
Bukan rahasia lagi bahwa malam Lailatul Qodar adalah cita indah bagi mukminin. Bagaimana tidak, jika pun seumur hidup kita habiskan untuk berbuat baik saja, hampir tak mungkin bisa menandingi kebaikan Lailatul Qodar ini.
Keutamaannya setara dengan sekitar 83 tahun 4 bulan (seribu bulan), ini adalah suatu masa yang belum tentu juga bisa ditempuh oleh usia seorang manusia. Apalagi yang dihitung hanyalah kebaikan-kebaikannya saja.
Hal itu telah dijanjikanNya dalam QS. Al Qodar 1-5: "Sesungguhnya Aku telah menurunkannya (Al Quran) saat Lailatul Qodar (malam kemuliaan). Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qodar itu? Ia itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu, turunlah malaikat-malaikat dan (dipimpin) Malaikat Jibril, dengan izin Tuhannya, untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar."
Tentu saja kesempatan yang sangat langka itu layak kita perjuangkan, dengan mengorbankan berbagai hal yang kadang sulit bagi kita untuk melakukannya. Untuk memperoleh malam yang istimewa itu, utamanya bisa kita usahakan dengan melakukan i'tikaf (berdiam di masjid). Karena itu pula, i'tikaf menjadi amalan Ramadhan yang juga sangat diutamakan. Begitu utamanya, sehingga para wanita diperkenankan untuk pergi ke masjid dalam rangka i'tikaf. Padahal di hari-hari biasa, para wanita lebih dianjurkan untuk beribadah di rumah. Hal ini dilakukan oleh Rasulullah SAW dan istri-istri beliau.
Baiklah kita mengingat hadits-hadits yang berhubungan dengan hal ini, untuk menguatkan niat kita kembali.
1.Hadits dari Abu Said Al Khudriy, Nabi SAW berkata: Aku pernah melakukan i'tikaf pada 10 Ramadhan pertama. Aku berkeinginan mencari Lailatul Qodar pada malam-malam tersebut. Kemudian aku beri'tikaf di pertengahan bulan, aku datang dan ada yang mengatakan padaki bahwa Lailatul Qodar itu di sepuluh hari terakhir. Siapa saja yang ingin beri'tikaf, maka beri'tikaflah. Lalu di antara sahabat, ada yang beri'tikaf bersama beliau (HR. Bukhari-Muslim).
2.Dari 'Aisyah ra, ia berkata bahwasanya Nabi SAW biasa beri'tikaf di sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan hingga beliau diwafatkan oleh Allah. Lalu istri-istri beliau beri'tikaf meski beliau telah wafat (Mutafaq 'alaih, HR. Bukhari-Muslim).
Dari landasan-landasan fikir di atas, jelas kiranya bahwa sudah selayaknya kaum muslimin memasukkan agenda i'tikaf ini dalam agenda Ramadhan.
Pasti banyak sekali tantangannya. Bagi para pria muslim, tantangannya barangkali karena sistem kerja di Indonesia belum memungkinkan adanya libur nasional di sepuluh hari terakhir Ramadhan. Justru di hari-hari tersebut malah para kepala keluarga disibukkan oleh urusan mencari nafkah. Terlebih pengeluaran keluarga pada saat lebaran begitu besar.
Ini membuat kami merasa iri pada pasutri penjual ketoprak dan pengusaha warteg di sekitar tempat tinggal kami. Mereka selalu bisa libur berniaga di pekan kedua Ramadhan sampai akhir syawal. Sekalipun belum tentu mereka menggunakan waktunya untuk i'tikaf, mereka sudah mampu mendawamkan sebagian besar waktu Ramadhannya. Ini bukan hal mudah. Sebagaimana kita pahami, usaha di sektor makanan sangat prospektif dan booming selama bulan Ramadhan.
Bagi para muslimah, tantangannya juga besar. Perempuan Indonesia mempunyai peran begitu besar dalam keluarga. Selain mengelola rumah-tangga, tak sedikit di antara mereka juga punya peran ekonomi atau ikut terlibat dalam mencari maisyah (penghasilan) keluarga. Bisa dibayangkan betapa sibuknya para muslimah, khususnya di bulan Ramadhan. Kesibukan itu, tentu tidak mudah untuk ditinggalkan.
Namun demikian, mengingat Lailatul Qodar itu kepentingannya jauh melebihi itu semua, kiranya perlu mencari cara agar cita-cita menggapai Lailatul Qodar itu bisa diwujudkan.
Bagi muslimah yang mempunyai asisten RT (apalagi asisten yang mau menginap), sungguh beruntung karena bisa mendelegasikan tugasnya atau bahkan menitipkan anak-anak pada asisten sehingga mereka bisa melakukan i'tikaf. Namun jika tak mempunyai asisten, bukan berarti menyerah. Imbalannya terlalu besar dan sangat sayang jika terlewatkan karena urusan pekerjaan sehari-hari. Meski sejatinya pekerjaan sebagai seorang ibu itu sendiri adalah suatu ibadah yang mulia juga di hadapan Allah SWT.
Berikut adalah beberapa kiat yang bisa dilakukan muslimah untuk bisa melakukan i'tikaf:
1.Mendelegasikan sebagian tugas pada asisten Rumah Tangga
2.Memboyong semua anak ke masjid, terutama anak-anak yang masih kecil-kecil.
Jika ini menjadi pilihan, tentu harus punya persiapan cukup terutama soal bekal anak-anak. Bekalnya meliputi bekal makanan dan alat permainan/bacaan yang disukai anak. Maksudnya tentu supaya anak lebih tenang dan tidak bosan saat orang-tuanya menjalani i'tikaf. Ingatlah untuk membawa kantong sampah yang cukup juga. Jangan sampai popok bekas anak-anak memenuhi toilet masjid sehingga masjid menjadi kotor dan tidak nyaman.
3.Memilih waktu-waktu yang diutamakan.
Setiap muslimah pasti punya keperluan tertentu dalam rumah-tangganya. Sebaiknya kita mengenali waktu-waktu kita yang sekiranya bisa diluangkan untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu.
Misalkan jika kita memilih untuk i'tikaf di malam hari saja (sekitar pk 21.00-03.00), kelolalah waktu untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan utama di siang/sore hari. Kita bisa menyiapkan makanan sahur yang praktis sejak siang/sore bersama makanan untuk berbuka puasa. Sehingga saat pulang i'tikaf sebelum fajar, kita bisa langsung memanasi/memasaknya dalam waktu singkat.
4.Membagi pekerjaan pada anak-anak sesuai kemampuan/usianya.
Libatkan anak-anak untuk pekerjaan domestik sehingga energi ibunya tak terkuras di siang hari. Jika ibu terlalu lelah di siang hari, bisa-bisa kegiatan i'tikaf menjadi acara "pindah tidur di masjid"
5.Jika memungkinkan, selesaikan berbagai urusan dan pekerjaan di sebelum sepuluh hari terakhir Ramadhan.
Misal: menyiapkan kue lebaran, pakaian, membersihkan lingkungan tempat tinggal, dsb. Sehingga kita bisa lebih fokus dan tidak terlalu kelelahan saat mada i'tikaf. Sederhanakan target kita untuk urusan-urusan di atas. Kita mesti bisa mengevaluasi skala prioritas, dari tahun ke tahun. Lebaran memang begitu penting di Indonesia ini. Namun demikian, janganlah urusan pernik-pernik lebaran ini menjadi kendala bagi pelaksanaan i'tikaf kita.
6.Kondisikan anak-anak mengenai tujuan kita melakukan i'tikaf sehingga mereka memahami, mengapa kita --barangkali--tak bisa memenuhi beberapa urusan mereka seperti hari-hari biasa. Syukur jika mereka bisa ikut menikmati kegiatan i'tikaf bersama ayah-bundanya.
Demikian beberapa kiat yang bisa kita usahakan demi kesuksesan i'tikaf kita. Semoga Allah SWT memudahkan urusan kita dan mengizinkan kita untuk menggapai Lailatul Qodar, amin YRA.
Wallahu'alam bish showab.
Bukan rahasia lagi bahwa malam Lailatul Qodar adalah cita indah bagi mukminin. Bagaimana tidak, jika pun seumur hidup kita habiskan untuk berbuat baik saja, hampir tak mungkin bisa menandingi kebaikan Lailatul Qodar ini.
Keutamaannya setara dengan sekitar 83 tahun 4 bulan (seribu bulan), ini adalah suatu masa yang belum tentu juga bisa ditempuh oleh usia seorang manusia. Apalagi yang dihitung hanyalah kebaikan-kebaikannya saja.
Hal itu telah dijanjikanNya dalam QS. Al Qodar 1-5: "Sesungguhnya Aku telah menurunkannya (Al Quran) saat Lailatul Qodar (malam kemuliaan). Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qodar itu? Ia itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu, turunlah malaikat-malaikat dan (dipimpin) Malaikat Jibril, dengan izin Tuhannya, untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar."
Tentu saja kesempatan yang sangat langka itu layak kita perjuangkan, dengan mengorbankan berbagai hal yang kadang sulit bagi kita untuk melakukannya. Untuk memperoleh malam yang istimewa itu, utamanya bisa kita usahakan dengan melakukan i'tikaf (berdiam di masjid). Karena itu pula, i'tikaf menjadi amalan Ramadhan yang juga sangat diutamakan. Begitu utamanya, sehingga para wanita diperkenankan untuk pergi ke masjid dalam rangka i'tikaf. Padahal di hari-hari biasa, para wanita lebih dianjurkan untuk beribadah di rumah. Hal ini dilakukan oleh Rasulullah SAW dan istri-istri beliau.
Baiklah kita mengingat hadits-hadits yang berhubungan dengan hal ini, untuk menguatkan niat kita kembali.
1.Hadits dari Abu Said Al Khudriy, Nabi SAW berkata: Aku pernah melakukan i'tikaf pada 10 Ramadhan pertama. Aku berkeinginan mencari Lailatul Qodar pada malam-malam tersebut. Kemudian aku beri'tikaf di pertengahan bulan, aku datang dan ada yang mengatakan padaki bahwa Lailatul Qodar itu di sepuluh hari terakhir. Siapa saja yang ingin beri'tikaf, maka beri'tikaflah. Lalu di antara sahabat, ada yang beri'tikaf bersama beliau (HR. Bukhari-Muslim).
2.Dari 'Aisyah ra, ia berkata bahwasanya Nabi SAW biasa beri'tikaf di sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan hingga beliau diwafatkan oleh Allah. Lalu istri-istri beliau beri'tikaf meski beliau telah wafat (Mutafaq 'alaih, HR. Bukhari-Muslim).
Dari landasan-landasan fikir di atas, jelas kiranya bahwa sudah selayaknya kaum muslimin memasukkan agenda i'tikaf ini dalam agenda Ramadhan.
Pasti banyak sekali tantangannya. Bagi para pria muslim, tantangannya barangkali karena sistem kerja di Indonesia belum memungkinkan adanya libur nasional di sepuluh hari terakhir Ramadhan. Justru di hari-hari tersebut malah para kepala keluarga disibukkan oleh urusan mencari nafkah. Terlebih pengeluaran keluarga pada saat lebaran begitu besar.
Ini membuat kami merasa iri pada pasutri penjual ketoprak dan pengusaha warteg di sekitar tempat tinggal kami. Mereka selalu bisa libur berniaga di pekan kedua Ramadhan sampai akhir syawal. Sekalipun belum tentu mereka menggunakan waktunya untuk i'tikaf, mereka sudah mampu mendawamkan sebagian besar waktu Ramadhannya. Ini bukan hal mudah. Sebagaimana kita pahami, usaha di sektor makanan sangat prospektif dan booming selama bulan Ramadhan.
Bagi para muslimah, tantangannya juga besar. Perempuan Indonesia mempunyai peran begitu besar dalam keluarga. Selain mengelola rumah-tangga, tak sedikit di antara mereka juga punya peran ekonomi atau ikut terlibat dalam mencari maisyah (penghasilan) keluarga. Bisa dibayangkan betapa sibuknya para muslimah, khususnya di bulan Ramadhan. Kesibukan itu, tentu tidak mudah untuk ditinggalkan.
Namun demikian, mengingat Lailatul Qodar itu kepentingannya jauh melebihi itu semua, kiranya perlu mencari cara agar cita-cita menggapai Lailatul Qodar itu bisa diwujudkan.
Bagi muslimah yang mempunyai asisten RT (apalagi asisten yang mau menginap), sungguh beruntung karena bisa mendelegasikan tugasnya atau bahkan menitipkan anak-anak pada asisten sehingga mereka bisa melakukan i'tikaf. Namun jika tak mempunyai asisten, bukan berarti menyerah. Imbalannya terlalu besar dan sangat sayang jika terlewatkan karena urusan pekerjaan sehari-hari. Meski sejatinya pekerjaan sebagai seorang ibu itu sendiri adalah suatu ibadah yang mulia juga di hadapan Allah SWT.
Berikut adalah beberapa kiat yang bisa dilakukan muslimah untuk bisa melakukan i'tikaf:
1.Mendelegasikan sebagian tugas pada asisten Rumah Tangga
2.Memboyong semua anak ke masjid, terutama anak-anak yang masih kecil-kecil.
Jika ini menjadi pilihan, tentu harus punya persiapan cukup terutama soal bekal anak-anak. Bekalnya meliputi bekal makanan dan alat permainan/bacaan yang disukai anak. Maksudnya tentu supaya anak lebih tenang dan tidak bosan saat orang-tuanya menjalani i'tikaf. Ingatlah untuk membawa kantong sampah yang cukup juga. Jangan sampai popok bekas anak-anak memenuhi toilet masjid sehingga masjid menjadi kotor dan tidak nyaman.
3.Memilih waktu-waktu yang diutamakan.
Setiap muslimah pasti punya keperluan tertentu dalam rumah-tangganya. Sebaiknya kita mengenali waktu-waktu kita yang sekiranya bisa diluangkan untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu.
Misalkan jika kita memilih untuk i'tikaf di malam hari saja (sekitar pk 21.00-03.00), kelolalah waktu untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan utama di siang/sore hari. Kita bisa menyiapkan makanan sahur yang praktis sejak siang/sore bersama makanan untuk berbuka puasa. Sehingga saat pulang i'tikaf sebelum fajar, kita bisa langsung memanasi/memasaknya dalam waktu singkat.
4.Membagi pekerjaan pada anak-anak sesuai kemampuan/usianya.
Libatkan anak-anak untuk pekerjaan domestik sehingga energi ibunya tak terkuras di siang hari. Jika ibu terlalu lelah di siang hari, bisa-bisa kegiatan i'tikaf menjadi acara "pindah tidur di masjid"
5.Jika memungkinkan, selesaikan berbagai urusan dan pekerjaan di sebelum sepuluh hari terakhir Ramadhan.
Misal: menyiapkan kue lebaran, pakaian, membersihkan lingkungan tempat tinggal, dsb. Sehingga kita bisa lebih fokus dan tidak terlalu kelelahan saat mada i'tikaf. Sederhanakan target kita untuk urusan-urusan di atas. Kita mesti bisa mengevaluasi skala prioritas, dari tahun ke tahun. Lebaran memang begitu penting di Indonesia ini. Namun demikian, janganlah urusan pernik-pernik lebaran ini menjadi kendala bagi pelaksanaan i'tikaf kita.
6.Kondisikan anak-anak mengenai tujuan kita melakukan i'tikaf sehingga mereka memahami, mengapa kita --barangkali--tak bisa memenuhi beberapa urusan mereka seperti hari-hari biasa. Syukur jika mereka bisa ikut menikmati kegiatan i'tikaf bersama ayah-bundanya.
Demikian beberapa kiat yang bisa kita usahakan demi kesuksesan i'tikaf kita. Semoga Allah SWT memudahkan urusan kita dan mengizinkan kita untuk menggapai Lailatul Qodar, amin YRA.
Wallahu'alam bish showab.
0 komentar:
Posting Komentar