7 KESALAHAN TELAK DARI PRODUK BARU HINGGA TERSINGKIR DARI PASARAN
HANYA SEDIKIT PRODUK YANG BISA BERTAHAN
Begitu banyak produk yang diuncurkan setiap saat, memenuhi kebutuhan pasar. Tapi dari sekian banyak produk itu hanya segelintir yang bisa bertahan dalam jangka panjang. Ada juga yang begitu heboh di awal kemunculannya tapi akhirnya tenggelam dalam waktu singkat.
Ada apa dengan mereka? Apa kesalahan telak dari produk tersebut sehingga ditinggalkan konsumena? Tulisan yang lalu sudah gamblang bercerita tentang 3 hal yang yang harus diperhatikan sebelum meluncurkan produk baru.
Apa kesalahan mendasar dari produk itu?
(1) salah pilih merek.
Anggapan what is a name atau apalah arti sebuah nama bisa jadi bumerang bagi anda yang ingin meluncurkan produk baru. Jangan sepelakan merek. Kesalahan memilih merek bisa membawa akibat buruk. Zaman dulu waktu produk tidak sebanyak sekarang, kesalahan memilih merek mungkin masih bisa ditolerir, tapi saat sekarang merek memegang peranan penting. Merek lah yang akan mewakili produk anda di mata konsumen.
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam memilih merek adalah : (1) mudah diucapkan, (2) mudah diingat, (3) artinya tidak buruk dalam bahasa lain.
Pilihlah merek yang jika dipadukan dengan slogan memiliki arti yang bisa menjelaskan suatu produk. Jika merek memiliki arti yang jelas dan mudah diucapkan, maka merek tersebut akan tersimpan di benak orang / konsumen lebih lama.
Bukan hanya sekedar merek / nama yang perlu diperhatikan tapi harus didukung oleh logo dan slogan yang sesuai. Logo yang bagus bisa berbicara dalam bahasa "visual" yang lebih mudah terekam dalam otak konsumen. Desainlah logo yang menarik, mudah diingat dan sesuai dengan merek.
Untuk slogan buatlah sesingkat mungkin tapi bisa menjelaskan apa jenis produk yang ditawarkan. Slogan yang ampuh adalah serangkaian kata yang bisa menjelaskan suatu merek hanya dengan satu atau beberapa kalimat saja. Seperti slogan lampu Philips "terus terang Philips terang terus."
(2) salah segmentasi
Segmentasi adalah pengelompokan konsumen. Kesuksesan suatu produk baru bergantung pada kepiawaian menerapkan strategi segmentasi yang benar. Kesalahan segmentasi disebabkan kurangnya informasi pasar. Akibatnya pengelompokan konsumen tidak sesuai kondisi pasar yang sesungguhnya.
Segmentasi adalah bagaimana memetakan konsumen yang menjadi target penjualan. Jadi kalo segmentasi salah maka targeting juga bisa salah.
Contoh produsen ponsel besar Motorola dulu masih melihat pasar ponsel di Indonesia dalam perspektif yang luas. Lain halnya dengan Samsung yang sudah membuat segmentasi yang jauh lebih beragam. Tak heran bila samsung lebih mampu melayani setiap segmen pasarnya dengan tepat. Sebelum Samsung ada Sony Ericsson yang telah lebih dulu mensegmentasi pasarnya dengan spesifik, yaitu ponsel untuk pebisnis, penikmat musik dan multimedia minded.
(3) salah targeting
Fakta yang ada di lapangan adalah setiap konsumen itu beda-beda. Tidak ada yang 100 persennya sama. Bahkan konsumen yang secara genetik mereka sama seperti anak kembar pun punya keinginan dan kebutuhan yang berbeda. Idealnya semua pemasar harus bisa melayani konsumennya secara personal. Sayangnya hal ini susah dilakukan pada bisnis yang berskala besar. Kalau bisnis kecil mungkin bisa saja.
Namun jika bergerak di bisnis consumer, yang pelanggannya banyak, susah untuk melakukan layanan personal. Targeting lah salah satu cara yang memudahkan pemasar untuk memahami konsumen secara lebih detail.
Segmentasi adalah konsep yang sebenarnya berfungsi sebagai alat bantu untuk memetakan pelanggan yang ingin dibidik. Tapi di setiap segmen terbagi lagi menjadi beberapa kelas baik berdasarkan kecenderungan, perilaku maupun gaya hidup. Akhirnya muncullah istilah targeting, yang sasarannya lebih spesifik dari segmen yang akan dibidik.
Seperti mobil BMW dan Mercedes (Mercy) yang sama-sama membidik segmen kelas atas (premium). Jadi segemntasinya sama, yang membedakan adalah targetingnya. Mercy membidik target konsumen yang lebih tua (matang) sedangkan BMW menarget pasar eksekutif muda.
Segmentasi dan targeting ini perlu untuk menetapkan secara pasti bahwa produknya bisa diterima oleh konsumen dari berbagai level/kelas-kelas tadi. Salah targeting bisa menyebabkan produk anda tak bisa bertahan di pasaran.
(4) salah positioning
Positioning menentukan image suatu produk baru yang akan tertanam dalam benak konsumen, yang menentukan apakah sebuah produk baru bisa diterima di pasaran.
Dari positioning juga kita bisa menyusun segala strategi promosi dan pesan-pesan yang mewakili produk yang akan disampaikan kepada konsumen. Pesan promosi yang tak sesuai dengan image / gambaran produk yang ada dalam benak konsumen akan menimbulkan kebingungan. Positioning lah yang akan menentukan apakah produk anda memiliki kesan mewah, sederhana, jelek, bagus, keren atau biasa, mahal atau murah dan sebagainya. Karenya penting untuk menyelaraskan pesan promosi dengan positioning yang hendak dibangun dalam benak konsumen.
Positioning merupakan pekerjaan nomor satu bila kita ingin menyusun strategi marketing, iklan dan membangun sebuah merek. Seperti halnya Kopiko sukses menyatakan dirinya sebagai "gantinya ngopi". Surf misalnya memposisikan diri sebagai deterjen ibu smart dan bijak. Syahrini yang menyatakan diri sebagai selebiritis yang glamour dan bling-bling dan sebagainya.
(5) salah pricing
Harga tidak ada hubungannya dengan biaya produksi (price has nothing to do with cost). Seringkali produk baru ditentukan harganya dengan berdasar pada biaya produksi, biaya distribusi, biaya packaging dan lain-lain. Padahal biaya-biaya itu sama sekali bukan faktor utama untuk menentukan harga sebuah produk.
Harga suatu produk memang harus reasonable. Tapi harga juga harus dilihat dari kacamata konsumen. Jangan menentukan harga yang terlalu mahal atau terlalu murah. Karena ada lapisan tertentu di masyarakat dan juga di banyak negara yang tidak yakin bahwa produk murah itu belum tentu mutunya jelek. Begitu harganya murah sekali mereka malah mencurigai mutu produknya pasti jelek karena barang murahan.
Lupakan soal cost (biaya produksi) dalam menetapkan pricing yang tepat. Pikirkan berapa yang konsumen siap bayar untuk membeli produk anda, itulah harganya (pricenya).
Tapi untuk bisa mencapai level itu suatu produk baru harus punya value (nilai). Hal ini bisa dibangun melalui kemasan, komunikasi dan gengsinya. Seperti halnya banyak yang tergila-gila dengan tas branded (bermerek) dan tak perduli berapa harganya karena ada faktor "gengsi" di situ.
Faktor lain yang bisa diperhitungkan dalam menentukan harga sebuah produk adalah kualitas, value itu tadi, faktor kelangkaan suatu produk, kekuatan merek yang diusungnya serta kekuatan packaging (kemasan).
Satu lagi yang perlu jadi bahan perhatian dalam pricing adalah lebih mudah menurunkan harga sebuah produk daripada menaikkannya. Jika sebuah produk baru yang belum teruji di pasaran adalah hal yang mustahil untuk menaikkan harga. Sebaliknya jika menurunkan harga, jangan sampai terkesan murahan dan imagenya malah jatuh dan terkesan perang harga.
(6) salah distribusi
Pernahkah anda menyukai suatu produk tapi kesulitan mencarinya? Entah karena alasan habis stok, butuh waktu lama untuk produksi dan masih banyak lagi alasan lain. Sebenarnya setiap kali konsumen mencari sebuah produk dan produk itu tidak ditemukan maka produk tersebut mengalami kerugian besar.
Kesalahannya sudah jelas pada strategi distribusi yang tidak bagus dna tidka dijalankan dengan benar. Di tengah banyaknya produk lain yang serupa sekarang ini, bukan hal yang sulit buat konsumen untuk berpindah ke lain hati jika mereka kesulitan menemukan produk anda. Ini umumnya terjadi pada produk-produk yang bersifat komoditas dan yang dipergunakan secara rutin.
Bisa juga karena distribusinya yang salah sasaran. Misalnya membuka restoran kelas atas di lingkungan yang umumnya dihuni oleh mahasiswa dengan kemampuan kantong pas-pasan. Dan mereka yang menjadi target sasaran, yaitu orang kelas atas tidak akan datang pada lokasi restoran tersebut. Kenapa? Bagi kalangan elite, citra itu sangatlah penting. Akses lokasi bisa diburu jika dirasa sepadan dengan citra mereka. Ada yang bilang barangkali produk ini ingin menjadi emas di tengah-tengah pasir. Tapi konsumen tidka mau begitu. Emas harus berada di tengah-tengah emas, pasir pun harus berada di tempatnya pula.
Produk yang berada di lokasi yang salah bisa saja jadi sepi pengunjung. Konsumen kelas atas ogah dibaurkan dengan konsumen kelas bawah. Itulah karakter pasar.
(7) salah momentum
Timing is everything (waktu adalah segalanya) itulah hal terpenting dalam pemasaran. Mengapa? Karena time terkait dengan momentum. Momentum inilah yang menjadi titik awal apakah sebuah produk akan cepat masuk dalam benak konsumen atau tidak. Marketer harus berjudi dengan waktu, mencari momentum yang tepat. Tidak boleh terlalu cepat atau terlalu lambat. Jika timing tak pas sebuah produk baru bisa gagal di pasaran,
Tentu diperlukan ketajaman bisnis untuk mengetahui mana momentum yang tepat untuk meluncurkan sebuah produk baru. Tidak selalu juga produk yang merupakan pionir (perintis) lebih berhasil dibandingkan produk yang berupa follower (pengikut) dari produk yang sudah ada, atau sebaliknya. Seperti halnya produk Indomie di kelas mie instan itu muncul belakangan di banding merek Supermie yang duluan ada. Tapi kenyataannya merek Indomie jauh lebih berjaya dan meninggalkannya pesaingnya tersebut. Indomie bisa menguasai mind share generasi muda berumur 30-an tahun ke bawah.
Menentukan momentum yang tepat itu tak mudah karena harus punya analisis bisnis yang tajam, sehingga bisa melihat kapan harus bergerak duluan dan kapan harus menunggu (wait and see).
Kecerdasan bisnis seperti ini harus ditempa oleh pengalaman yang lama dan observasi yang cukup dari para pemilik bisnis.
Jadi sebelum menelorkan sebuah produk baru di pasaran hendaknya perhatikan 7 faktor di atas, agar produk anda bisa bertahan lama di pasaran dan memberikan keuntungan bagi kantong anda.
0 komentar:
Posting Komentar